Aku adalah seorang pemimpi yang memiliki impian yang mustahil untuk diimpikan sebagian orang. Beragam mimpi yang ada dibenak ini hingga pikiran tidak mampu menampung berat dan banyaknya mimpi yang tertumpuk di belahan otak ini, tapi itu “dulu”. Pernah aku bermimpi, saat itu aku kembali kebelakang dan melihat betapa indahnya mimpi itu dan seketika mimpi itu terwujud, bukan hanya sekedar bunga tidur, isapan belaka, atau khayalan semata. Mimpi itu datang, hinggap dan bermekar hingga berbuah, begitu manis walau menggapai manisnya membutuhkan bulir peluh keringat yang bercucuran, bahkan air mata dan darah juga.
Ketika masih sekolah di tingkat dasar, saya bermimpi untuk menjadi seorang “Rambo” yang bisa menembak lawannya serta menjadi pria yang ototnya macho. Begitu senangnya menonton film “First Blood Part I, II, dan III”. Obsesi yang telah melewati batas langit kelima itu hanya dibawa sampai dibangku SMA saja, sejak duduk di bangku SMA, aku mulai bermimpi yang realistis, menjadi seorang sarjanawan, guru, dosen, ilmuwan, bupati, dan lain-lain, yang penting jangan menjadi petani. Hal yang lebih pasti, “ingin memiliki pacar”. Walau hanya malu-malu, mimpi ini bisa terwujud juga. Benar lho, bukan hanya sekedar mimpi, wanita itu sekarang sudah ada disamping aku.
Ketika masih SMP, saya bermimpi untuk menjadi seperti seorang Thierry Henry yang bermain cemerlang bersama klub sepakbola “Arsenal”. Sayang, sepertinya aku kurang realisitis, hanya menghayal saja, karena bermain bolasepak saja disekolah waktu SMP hampir tidak pernah. Sebuah keanehan bagi teman-teman saya jika melihat saya bermain bola di halaman sekolah dengan tim kelas karena saya jarang “akibat kurang pede”. Kurang pede bisa malu salah nendang bola “missing”, malu karena tidak mampu dan sebagainya.
Jarak sekolah dengan rumah dan sebaliknya hampir 10 KM, dan itu harus dilalui dengan jalan kaki. Saat itu, aku belum bisa mengendarai sepeda motor jadi, jika dihitung pulang balik, butuh 3 jam untuk menempuh jarak sejauh itu. Karena aku tidak terlalu suka bersosialisasi dengan mereka (teman-teman yang kebanyakan suka ngerokok, judi, mencuri dll), perjalanan menuju pulang dan kesekolah kebanyakan dihinggapi oleh kehampaan dan kesepian. Kesepian itu membuat aku menjadi penghayal luar biasa selama perjalanan. Membayangkan menjadi seorang pesepak bola yang bisa berduet dengan Robin van Persie (kala itu Arsenal masih diperkuat oleh v. Persie, Fabregas, Gallas, Nasri, Clichy, dll tahun 2007) membuat khayalan semakin membumbung. Mencetak 30 gol di Liga Premier Inggris, 10 Gol di Liga Champions, menjuarai liga inggris, FA Cup, Carling Cup, UEFA Champions Legue, Piala Dunia klub, bermain di Emirates, disoraki oleh penonton, diminta tandatangan, menjadi cover majalah sport, majalah fashion, pria, dan tentunya majalan Fosbes dan Time. Menjadi legenda Arsenal dan memecahkan rekor gol disemua kompetisi, mencetak hattrick ke gawang Barcelona, Madrid, MU, City, Chelsea, pokoknya semua musuh kebuyutan menjadi sasaran amuk khayalan aku.
Sungguh penghayal kelas berat, sampai-sampai secara tidak sadar berselebrasi sendiri di tengah jalan, entah siapa yang pernah melihat, sudah pasti mereka berpikiran bahwa aku adalah orang gila yang sedang mengerang kepanasan. Menirukan gaya samba Cristiano Ronaldo tanpa bola dan lawan sekalipun ditengah jalan, sungguh sebuah pengalaman yang aneh hehe. Tetapi, itulah salah satu cara menghempaskan bayangan mimpi yang selalu melekat di benak. Biar apa yang dipikirkan menjadi sebuah motivasi, setidaknya termotivasi untuk cepat-cepat sampai dirumah.
Dimana-mana khayalan menjadi pesepakbola hebat telah menjadi virus dan penyakit yang harus diangkat dari otak ini. hingga sekarang, aku sering berkhayal jika memiliki waktu yang luang, bahkan sering memikirkannya sebelum tidur malam. Oh, indahnya, hanya sekarang sudah lebih realistis, sebab, menjadi pesepakbola sudah kurang masuk akal. Usia sudah terlambat bro. yang lebih realistis sekarang adalah menjadi pelatih, ya, menjadi pelatih. Pelatihnya siapa? Ya pelatihnya Arsenal dong, siapa lagi? Barangkali jika boleh menjadi pelatih timnas Indonesia.
Kembali berkhayal dan bermimpi menjadi seorang pengganti Wenger di Arsenal suatu saat nanti, waaaaoooo, sungguh sebuah moment yang besar serta beban yang besar pula. Dalam khayalan, membuat kembali tim invicibles , mengorbitkan talenta muda menjadi pemain dashyat macam Fabregas, Van Persie, Ronaldo, Messi, dll. Kemudian mengantarkan Indonesia menjuarai piala Asia. Ya, mungkin hanya piala Asia saja, karena tahun depannya mungkin sudah dipecat, kan Indonesia begitu, apalagi PSSInya yang terkenal aneh.
Kembali ke mimpi menjadi pelatih Arsenal dengan segudang prestasi, eh ternyata sekarang makin realistis juga bahwa itu adalah mimpi yang kurang realistis. Sekarang mulai menyadari, sesuai dengan keahlian, pendidikan, kemampuan fisik, akademik, dan mental, sepertinya saya itu mengarah menjadi seorang yang ahli (guru, dosen, tutor, pekerja kantoran, dan wirausahawan). Mulai sekarang, mimpi menjadi manager sepakbola konkret telah perlahan saya lupakan meski terkadang mimpi itu masih ada saat waktu senggang menghinggapi. Mimpi itu semakin realistis dan menyadarkan jika aku harus bertanggungjawab kepada diri sendiri, keluarga, keluarga besar, dan tanggungjawab kepada seluruh orang.
Bermimpi itu memang tidak sulit, terkadang mimpi itu menjadi kenyataan, tetapi tidak sedikit juga mimpi yang hanya sekedar lewat atau menumpang minum saja karena memang diluar batas ekspektasi kita. Tuhan sepertinya memberikan kesempatan kepada kita untuk memilih, mimpi yang mana yang lebih cocok dengan kita, mana yang tidak cocok, mana yang sesuai dengan bakat, minat, dan pengetahuan kita sendiri. Ketika kita sudah nyaman dengan suatu kondisi tertentu, berarti perjalanan mimpi itu telah dimulai dari itu. Agar mimpi itu tercapai, kita disuruh agar melakukan prosedur yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Jika kita melakukan sesuai prosedur, pasti kita mampu, begitu juga sebaliknya.
Menjadi pemimpi itu penting, tetapi harus rasional agar suatu saat kelak kita bisa menjadi pemimpin yang memiliki jika kepemimpinan bukan pemimpi yang terlelap dalam mimpinya.
Artikel ini ditulis oleh seorang Mahasiswa yang merupakan seorang penulis untuk beberapa surat kabar dan juga sebagai seorang Blogger aktif.
@JhonMiduk